Baru
Liburan tiba,
akhirnya gue merasakan yang namanya jadi kelelawar, tidur di siang hari, jadi
batman di malam hari. Gue bener-bener merasa keren dengan hal itu, malam yang
biasanya para manusia tertidur gue bangun. Malam terasa sepuluh kali lebih
menyenangkan. Ga ada peer. Ga ada tugas. Cuma ngenet dan main game. Hidup merdeka
sehat sentosa.
Puncak dari
liburan kali ini adalah masa masa detik detik menuju pergantian tahun. Bagusnya,
akhirnya gue udah nyobain make blender sama main the sims 4. Karya yang
dihasilkan bersama ardha, sodara gue di blender udah lumayan, walaupun masih
terlihat cupu tapi gue tetep bahagia. Kita buat kursi sidang, yaitu kursi biasa
yang dikasih cahaya kaya mr bean mau jatuh di awal film mr bean. Sedangkan the
sims 4 gue dengan bangga membuat karakter cowo idaman : muka ala boyband kpop
dengan kaos kaos casual dipadukan jeans dan bibir merah merona pake lipgloss.
Dahsyat.
Karakter The
Sims gue buat jadi maha keren, dia berjalan ala swagger. Rumahnya model jaman
sekarang dengan fasilitas terlengkap dan termahal. Ga usah nanya gue dapet duit
darimana. Oke, gue kasih tau, gue pake cheat. Yeah, cupu abis. Tapi demi
kegantengan dan kekerenan si Cowo idaman ini gue rela-relain ngecheat.
Rambutnya kalau lagi santai poni lempar, nggak, ini beda dari iklan cekrek
cekrek. Ketika lagi acara formal, rambutnya klimis pake pomade, ala-ala cowo
beken kaya raya. Dan misi yang gue jalani di the sims adalah : Jadi playboy.
Alhasil gue berhasil nikahin 5 cewe tercantik sekaligus. Keren.
Kembali ke
liburan tahun baru. Gue nginep dua hari di villa tante gue di Kaliurang. Hari
pertama di villa, gue, iim, dzaki, daffa, bermain badminton. Sungguh suatu hal
yang menyehatkan jika saja lawan gue Lim Swie King. Tapi apa daya, kita semua
adalah pemain gadungan. Permainan badminton yang keren dan mendebarkan menjadi
permainan yang cupu dan menggregetkan. Bayangin aja badminton kita pake netnya
manusia, dengan tumbal Fauzta adek sepupu gue paling kecil kita paksa dia
berdiri di tengah lapangan sambil berdoa dia ga ketamplek raket.
Kesedihan
Fauzta ternyata tak berlangsung lama, kita lanjutkan dengan bermain santai dan
mengobrol di depan tv. Karena tv nya ga jelas, kita kembali ke gadget
masing-masing. Gue sempet nanya ke Fauzta.
“Fauzta gak
mau main?” gue nanya dengan suara selembut sutra.
Fauzta ga
jawab, wajahnya menunjukkan tampang teraniyaya yang sangat mendalam. Kasian.
Ternyata hari
itu kita lanjut jalan-jalan muterin villa-villa gue sih sebenernya mau sekalian
cari cowo ganteng yang lagi liburan, tapi apa daya yang terjadi adalah gue
lebih mirip baby siter yang jagain anak-anak ingusan. Dzaki, sodara gue yang
seumuran gue berkhianat, dia jalan di depan sama iim daffa, mereka berlagak
kaya majikan. Sedangkan sodara gue yang masih sd jalan bareng sama gue. Sebelum
jalan-jalan gue sempet buat perjanjian dengan bocah-bocah ingusan tersebut.
“Kalian,
pokoknya, kalau manggil aku, jangan Mbak,ngerti?”
Mereka diam.
Bengong. Kemudian Fauzta si gendut yang jadi net angkat bicara.
“Tapi kan
mbak Ara bukan kakakku.”
Gue menelan
ludah, “Pokoknya jangan manggil mbak, demi kelancaran hidup, panggil aja Kak
Ara jangan mbak Ara”
Akhirnya
setelah memohon-mohon kepada mereka kita ambil sebuah kesimpulan : Ga ada
panggil-panggilan. Masalah kelar. Gue ga perlu takut lagi dikira pembantu
mereka, dan mereka ga perlu berdebat gue bukan kakak mereka dan ga pantes
dipanggill kakak. Menjelajah Kaliurang ternyata membuat mata segar. Disana
masih asri, dingin, banyak tumbuhan bagus-bagus. Dan gue pun berhasil sukses ga
dipanggil Mbak sama mereka.
Setelah santai
menjelajah gue diajak tante Ami pergi ke Tlogo Putri, letaknya cukup jauh dari
villa, jadinya kita naik mobil. Tlogo putri ada di bagian atas Gunung, ya nggak
atas banget sih, pokoknya ada di atas. Waktu sampai di Tlogo Putri gue sempet
heran melihat iim kegirangan. Gue curiga di jalan waktu lagi menjelajah daerah
sekitar villa, Iim sempet ngemil tumbuhan beracun. Gue sempet khawatir dan
berniat membuang dia di tengah hutan Tlogo Putri, namun niat itu gue urungkan.
Setelah makan pecel, gue lanjut melihat hutan hutan di telogo putri, di setiap
pohon banyak monyet bergelantungan.
Akhirnya gue paham kenapa iim sangat antusias.
Gue dan
sodara-sodara gue dengan ria memberi makan monyet. Iim sangat bahagia, gue tau,
dia pasti rindu keluarga, gue sangat maklum dengan hal itu. Kebahagian iim
kebahagiaan gue juga, gue pun ga ganggu dia.
“Mbak Ara, itu monyetnya
kaya foto model?” Fauzta tiba-tiba nanya dengan tampang inocentnya.
Gue meringis
prihatin. Gila aja monyet dibilangn foto model, jangan jangan adek sepupu gue
ini kelainan. Ah enggak, gue berusaha berpikir positif. “Wah, iya lucu gitu!”
Kali ini giliran
dia yang meringis prihatin.”Ternyata benar dugaanku, Mbak Ara selama ini jomblo
karena seleranya monyet”
Ajib. Gue abis
di bom atom sama anak kecil. Oke, dia benar gue jomblo. Bukan, bukan karena gue
gak laku. Bukan juga karena gue selektif tapi karena gue gak laku dan selektif.
Sementara itu
seekor monyet dengan wajah garang, badan
besar, dan bulu yang lebat, kalau di dunia manusia mungkin dia seperti Ridho
Roma dengan badan Deddy Cobuzier berdiri dengan gaya sok menantang. Sangar. Gue
sempet curiga dengan si monyet sangar itu, gue ada feeling ga beres. Tiba-tiba
monyet sangar itu berwajah agresif,
berlari kearah monyet di kanannya. Kemudian mereka melakukan adegan tidak senonoh
di depan gue, adik-adik sepupu gue, dan semua warga yang lagi asik ngasih makan
monyet. Ini. Kejadian itu membuat para wisatawan shock termasuk gue. Selama ini
gue cuma punya pengalaman liat cicak kawin, lah ini, adegan yang tiba-tiba dan
langsung di depan mata, Dzaki langsung menutup mata Fauzta gue pun segera melindungi
masa kanak-kanak adik-adik sepupu gue.
Monyet preman itu
ternyata ga Cuma berbadan besar, dekil, mesum, ternyata juga tidak bertanggung
jawab. Gila aja abis kaya gitu, si monyet langsung nyelonong masuk kehutan ninggalin si monyet cewe. Kejadian maha dahsyat itu terjadi
sangat cepat dan diakhiri dengan gelak
tawa para pengunjung. Sementara gue
menatap adik sepupu gue, mereka bengong,
kemudian gue berdoa semoga saja masa kanak-kanak mereka berjalan lancar.
Malam di
Kaliurang, sodara sepupu guekembali berlagak sok jago main badminton. Bahkan
lebih ekstreem dia memberi nama dirinyaThe Return of Liem Swie King. Gue mengelus
dada, untung aja Liem Swi King ga liat kejadian ini, coba aja kalau dia liat
permainan badminton yang jauh lebih mirip pertunjukan sirkus berkedok namanya. Bisa
ganti akte dia. Sementara itu gue rada curiga liat Fauizta, dia
menggerak-nggerakkan raket seolah olah yang dipegang adalah tongkatnya Sun Go
Kong.
“Akulah Sun Go
Kong!!” dengan mantap dia mengibas-ngibaskan pantatnya. Gue berdehem, khawatir
sekaligus kasian, gue mulai berpikir apakah ini efek dari kejadian tadi siang?
***
Gue minta
ditemenin Dzaki sepupu gue buat beli karet kucir sekaligus beli jajan. Letak warungnya
ga begitu jauh sih, beberapa meter di belakang villa tante gue. Karena jalanan
gelap dan gue agak ngerasa ngeri kalau tiba-tiba Fauzta ngejar gue dan teriak
teriak dirinya Sun Go Kong, gue minta ditemeni Dzaki. Waktu di jalan pulang gue
bercanda sama Dzaki. Dia seumuran sama gue, cuma tua gue, gue lahir di TANGGAL
3 MEI dia di bulan Desember. Sengaja digedein biar pada inget. Ternyata perjalanan
singkat itu berubah menjadi perjalanan paling mencekam, tiba-tiba Dzaki menatap
kosong. Gue mastiin dia bukan liat adegan Fauzta telanjang sambil bawa tongkat,
gue malu kalau sodara gue sampe kaya gitu, dan Aman. Bukan Fauzta. Tapi tepat
diarah tatapan Dzaki ga ada apa-apa, Cuma jalanan sepi yang banyak
semak-semaknya. Gue nelen ludah.
Angis malam
berhembus sepoi-sepoi menerbangkan jilbab gue. Dingin. Sunyi. Lampu Cuma ada di
warung dan di belakang vila gue, kesimpulannya di sini gelap. Kaya aku tanpamu.
“Liat apaan woi?”
gue tanya. Dia sadar dari lamunannya.
“Ga ada apa-apa”
Dia senyum tipis. Gue sedikit curiga. Namun, gue tetep jalan lurus.
Tiba-tiba dia
narik tangan gue, minggirin gue dari sebelah kirinya ke sebelah kanannya. Gue kaget.
Shock. Takut.
“Apaan woi?” teriak
gue.
“Ga, udah jalan
disini aja” dia kembali senyum.
Kejadian tadi
membuat gue penasaran setengah mati, ada apa? Mengapa gue dipindah? Siapa yang
berdiri di depan gue? Kapan dia ada di depan gue? Bagaimana cara dia natap gue?
Semua pertanyaan 5 W 1 H kembali menyelimuti otakku. Tapi malam itu Dzaki tetap
bungkam dan berkata kalau tak ada apa-apa saat itu.
***
Akhirnya tibalah
disaat besok sudah Tahun Baru. Sodara gue yang udah kuliah dateng. Namanya
Naura, dia sekarang sibuk, biasanya setiap liburan gue selalu sama dia. Tapi sekarang
beda, iya beda….. liburan kita tak pernah sama lagi :”) kedatangan Naura
membuat gue hepi, tadinya gue doang
perempuan diatas 13 tahun dan masih muda di Vila dan kini hadirlah rekan
sesama jomblo gue, Naura. Dia ngajakin buat ke taman lampu malam tahun baru, gue sih oke-oke aja. Sebelum
ke taman lampion, keluarga besar akung Sugiri menikmati bakar-bakaran. Gue dengan
telaten bikin roti bakar sama sosis bakar. Gue juga dengan sabar menemani
adek-adek sepupu ngolesin selai. Sekalian promosiin diri, gue selain cantik
secantik Chealsea Islan gue juga keibuan. Dahsyat.
Setelah
bakar-bakaran bareng, gue, Naura, Dzaki, Iim, Bude Tuti dan Om Bilal pergi ke
taman lampion. Letaknya di menara pandang, iya ga sih namanya itu? Lupa hehehe.
Di sana rame banget, dimana-mana orang pacaran. Gandengan cewe cowo. Gue berasa
jomblo sendiri. Akhirnya gue inisiatif buat pura-pura ldran. Gue keluarin
handphone deh, gue pura-pura nelpon. Padahal
saat itu handphone gue sama sekali ga ada pulsa dan paketan. Miskin.
“Mbak, ada
sinyal ya emang?” tanya seseorang ke gue.
“Adakok…” gue
check HP. OH IYA BEGO BANGET! Gue ga nyadar disini emang ga ada sinyal sama
sekali. KEDOK GUE HANCUR SEKETIKA. Sial. Gue malu.
“Pantes tadi kok
burees ga kedengeran suaranya, ilang ilang gitu, hahaha” gue sok ketawa seraya
berjalan menjauh.. menjauh… dan menjauhi orang itu.
Sementara itu
adek gue iim, badannya paling kecil dibanding gue sama yang lain, dia pun
diberi mandat membeli tiket. Taktiknya adalah nyerobot, sebuah kebiasaaan tidak
baik dan tak perlu dicontoh. Iim ternyata lihai juga, ditambah para pengantri yang
sibuk megang gadget dan ngobrol sama pacarnya. Iim dengan tampang sok memelas
melewati mereka dengan sukses. Kita pun dengan cepat bisa masuk ke taman.
Taman begitu
indah, lampion dimana-mana. Gue sempet foto siluet ala-ala penari Bali. Gue pikir
foto itu bakalan sensasional banget. Gue udah siap siap masukin ke instagram,
tapi setelah lihat siluet badan gue, gue mengurungkan niat.
Malah jadinya kaya kuda kataman lagi atraksi-_-
Bude Tuti ternyata lebih alay dari gue, disetiap lampion
bude minta difoto. Bayangin aja lampion disana anda ribuan, dan bude bisa bikin
tangan fotografernya alias Naura bengkok. Syukurlah, bude capek sebelum
menginjak ke lampion keseratus. Gue dan sodara sodara melanjutkan perjalanan
sedangkan budhe duduk nungguin kita. Ada lampion bentuk burung flamingo. Gue mau
foto disitu mau ikut-ikutan jadi flamingo versi unyu. Ekspetasi dahsyat gue itu
ternyata berbanding terbalik dari realita. Waktu lagi pose di sebelah flamingo gue
mau jalan mundur, eh waktu naik, gue kejedot paruh flamingo. Ga sakit sih, tapi
bayangin aja disana ada lautan manusia, dan mereka liat ke arah gue. Tiba-tiba
ada bapak bapak nyeletuk “Tuh nak, makannya jangan nakal nanti dicucuk burung
kaya mbakke” JEDER! Gue malu banget, semua ketawa kearah gue. Gue sempet mikir
mau pura-pura kesurupan terus bilang.
“SEMUANYA GUE
SEBENERNYA HANTU DISINI GUE MAU CUCUK KALIAN KALAU KETAWA PERGI LO SEMUA, LO
SEMUA GA ASIK!!!!” tapi niat itu gue urungkan.
Taman lampion
ternyata benar-benar menakjubkan, gue kagum sama desainernya, mereka bisa
menyulap taman bermain usang jadi taman indah. Dekorasinya gila keren! Gue salut.
Taman lampion terkesan romantis. Banyak pasangan yang foto berdua bareng misal
dibawah pohon yang dihiasi lampion berbentuk hati. Gue sih Cuma bisa liat,
tadinya mau pura pura snapchat sama pacar ldr, tapi gue inget orang-orang
disini tahu satu hal : di sini ga ada sinyal sama sekali.
Gue pun
membahagiakan diri dengan banyak makan, food is my true love. Gue paling ga
sabaran nahan laper, kalau nahan jomblo, gue masih bisa bersabar 2 sampe 4
tahun kedepan. Ea. Saat lagi jalan jalan, tiba-tiba Budhe Tuti muncul di
hadapan kami. Budhe tuti selain alay ternyata mistis juga. Beliau bilang udah
nyariin kita sejak tadi, katanya kalau orang kelima yang dia temui bukan kita,
budhe mau ninggal pulang. Ternyata selain mistis dan alay, budhe juga kejam.
Saat lagi kearah
pintu keluar sodara gue, Naura dipanggil temennya.
“Oi Nau”
“Woi, eh kok tau
ini aku Naura?”
“Iya, bajunya
sama kaya tadi pagi.”
Gue agak nahan
ketawa, ketahuan kalau dia belum mandi.
Naura sendiri senyum-senyum malu gitu. Lagian siapa suruh belum mandi dari
pagi.
Setelah keluar
dari taman lampion yang super rame itu, ada masalah baru. Om Bilal dan mobil
jemputan kita terjebak macet. Om Bilal bilang dia nungguin kita di Taman
Kaliurang dan masalahnya ga ada satupun dari kami hapal kaliurang, tau taman
kaliurang aja kaga. Akhirnya kita terpaksa jadi wartawan dadakan. Kita nanyain
satu persatu orang. Gue incer cowo ganteng, tapi setiap ketemu cowo ganteng,
baru aja mau deketin gue udah diplototin sama cewenya. Akhirnya gue ga nanya
siapa siapa.
Ternyata kita ga
bisa nemuin Om Bilal. Jalan bener-bener macet total. Mobil atau kendaraan
apapun selain yang di laut dan udara gaada yang bisa gerak. Sementara itu nyari
Om Bilal susahnya sama kaya pacaran ga zina. Ea. Kita pun memutuskan jalan kaki
ke Villa. Gue melirik jam, udah tinggal 15 menit lagi menuju jam 12.
Jalanan begitu
rapet, sampe kita susah nyari celah. Tapi disaat saat itulah kelangsingan gue diuji. Gue menghela
napas panjang, mantapkan jiwa, dan makan biskuat, semua bisa jadi singa karena
biskuat. Ga bercanda, gue dengan cepat mampu melewati celah-celah. Sumpah gue
terharu banget, kelangsingan gue ternyata ga hoax. Wahahahaha.
Jam udah
menunjukkan pukul 12. Dan kembang api sudah menari-nari menghiasi angkasa. Orang-orang
di dalam mobil keluar. Mereka seakan ga peduli lagi macet seperti apa. Anak-anak
yang tadinya menangis melonjak-lonjak kegirangan. Terompet dibunyikan, suara suara kegembiraan
muncul. Gue berhenti jalan. Gue menatap langit, melihat kembang api dari segala
sudut, saling berlomba menunjukkan keindahan. Tahun baru ini gue lalui di
jalan. Gue tahu ini membosankan, tapi gue menikmati malam itu. Langit berwarna –warni
indah dipandang. Semua orang tersenyum. Para sejoli saling menggenggam erat
tangan pasangannya. Anak-anak tertawa ria. Kami melepas 2015 dengan penuh suka
cita, tahun 2015 menyimpan kisah, dan kami siap membuka lembaran baru di tahun
2016. Gue, dzaki, naura, Iim, budhe masih belum menemukan Om Bilal, tapi kami
tidak sedih. Melihat kegembiraan dan atusias orang lain membuat kami nyaman,
lupa akan masalah, dan kami meneruskan perjalanan menuju villa dengan hati yang
suka cita.
Selamat Tahun Barun 2016!
wkkwkwkwkwkkwkwkwkkwkwkkwkwkwkkwkw
ReplyDelete