Jilbab Itu Ga Membatasi

Dulu gue pernah punya cita-cita.Yaitu jadi sutradara film ternama, kaya Joko Anwar, Hanung Bramantyo, Nolan, dan masih banyak lagi. Cita-cita itu kira kira tergagas sejak gue smp kelas 7. Dan alhasil gue pun ikut teater. Selama teater di SMP gue ga pernah dapet jatah jadi sutradara, and I think its okay, karena gue pikir suatu saat gue mungkin akan jadi sutradara.

Mimpi itu terus berlanjut sampe kelas 2 dan kelas 3 SMP.
Tapi.. mimpi gue jadi sutradara berakhir di bangku SMA...

*** 

Semakin dewasanya gue, gue semakin mempertanyakan hakikat dosa. Apa aja yang dilarang Allah dan apa aja yang dibolehin Allah. Gue semakin takut akan dapet dosa dan masuk neraka. Kemudian gue mikir, kalau gue jadi sutradara, gue memperkerjakan orang orang dan gue suruh mereka peranin suami istri, terus pegang pegangan? Dosakah gue? Atau gue nyuruh adegan tatapan yang lama, kalau beneran terjadi syahwat diantara mereka, gue kena dosanya kaga?

Kalau mereka jadi kakak adek, padahal bukan kakak adek di kehidupan realnya, terus ada adegan mereka senggolan, dosakah gue? Gue yang mengatur mereka, karena gue sutradaranya, dan gue yang atur cara berpakaian mereka, cara tatap tatapan antar pemain, kalau gitu, dosakah gue?

Pikiran itu terus menghantui gue, gue jadi semakin ragu buat nerusin mimpi ini. Nah, gue semakin mempertanyakan soal membuat film dengan pemain yang berhijab semua gitu, biar ga nampakin aurat, dan saling menjaga kontak fisik.

Di SMA gue jadi sutradara di eskul teater, gue sendiri belum berhasil banget nerapin jaga kontak fisik di teater SMA gue. Kalau yang berhijab, bebasin, gue ga pernah maksa orang buat lepas jilbabnya.
Bagi gue alasan totalitas ga bisa buat jadi backing gue buat nyuruh orang lepas jilbabnya.
Tapi kalau soal kontak fisik, gue jujur aja sih, belum bisa....

Gue terus terusan berpikir bisa ga sih film tanpa ada hal hal itu, dan gue pun menemukan film ini.



Gue tercengang. Dari awal mula film sampe akhir, gaada pemain perempuan yang melepas jilbabnya. Subhanallah. Keren banget. Gue semakin salut sama sutradaranya, dengan epiknya dia konsisten bikin film yang syar'i gini.

Karena ini film horor, ada lah ya bagian bagian actionnya, dan salutnya jilbabnya ga kelepas gitu.
Ya, walaupun secara nalar kemungkinan hijab koyak dan terlihat rambutnya sedikit ada, apalagi saat kebanting pemainnya, tapi di film ini hijab tetap menutupi helai rambut pemainnya. Keren.

Yang bagus dari Film ini, gue belajar banyak bahwa mengambil resiko pemain yang jaga kontak fisik dan berhijab tuh ternyata bisa. Gue liatin gaada yang mesra mesraan, berpegangan tangan juga kaga ada, suami istri saja dibuat setting si suami tiduran istrinya duduk di kursi. Bahkan mereka ga seranjang. Luar Biasa.

Eksitensi film ini keren banget dilihat dari sudut pandang menjaga aurat dan menjaga kontak fisiknya. Gue baru kali ini liat film horor syar'i. Gue gatau ya kalau ada yang lebih atau sama syar'inya kaya film ini.

Selain itu ceritanya juga bagus diikutin. Kebetulan karena Munafik film dari Malaysia, setting tempat di Malay berasa kaya di Indonesia. Mirip gitu la ya. Dan poin itu membuat merinding. Percaya ga sih, jilbaban juga bisa serem! Lu liat dah, film ini ketegangannya gua kasih rating 8/10. Dan yang asik adalah amanat dari film ini.Gua nulis ga untuk buat review film, tapi gue cuma menggaris bawahi soal menjaga aurat di dunia hiburan.
Karena hijab itu sama sekali ga membatasi untuk berkarya.

"I cover my hair, not my brain"

cr internet.

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW FILM PENDEK AGUNG HAPSAH : Agen Resep Rahasia

Aku Ingin Bersyukur,

Omong Kosong Jilid 1