Puisi dan Isi Kepala Saya

Seperti sejuk yang merayap datang dari ujung jendela
dan daun daun kering yang jatuh yang terhempas angin
nafasku saat itu hanya engahan saja
sayup sayup dibelai angin
menapakkan kaki pada deru gelombang
katanya damai itu omong kosong
namun kutemukan damai di sini
dan nadiku menari pelan gembira
ia tersenyum memujiku
beberapa camar ikut rayakan
pesta kecil kecilan sunyi 
dan damai ternyata benar adanya,
dalam pejaman mata yang khidmat. 
Dalam malam yang panjang. 



Sejujurnya saya menulis untuk mengeluarkan curhatan saya, terkadang saya berada dalam posisi terombang ambing di ombak yang aneh. Saya sendiri bingung, samudra mana yang saya terjangi saat ini. Seperti tanpa kompas, buta arah, dan bodoh atronomi, saya benar benar tersesat. Dan saat itulah kepala saya berputar bermain kata-kata, yang kadang kala menipu saya. Entah saya membuat sajak yang menceritakan cerita orang lain, atau saya membuat sajak tentang diri saya sendiri. Saya berada dalam ambang paling buruk ketika saya menulis dengan tangisan, dan ketika tangis itu menjadi senyum, saya tidak menulis. Saya melukis. Saya ini aneh, terlepas dari sifat ceroboh dan panikan saya. Dalam selera saya juga aneh, saya takut tidak banyak yang bisa menerima saya. Dunia saya, mungkin sedikit berbeda spektrum dengan kebanyakan orang. Saya idealis tinggi dan kadang bisa lunak tiba-tiba. Saya menyukai interaksi manusia, yang tulus, yang bercerita dan melankolis. Saya adalah pengamat sekaligus pencipta. Saya amati dan saya imajinasikan sesuatu menjadi kisah yang bernyanyi di kepala saya. 

Saya bahkan tidak mengerti mengapa saya menulis laman ini. Jika kalian merasa risih pada saya, maafkan saya. Saya sudah 1/5 dari hitungan abad, sulit sepertinya jika target hidup saya sampai 70 untuk mengubah pandangan idealis idealis saya. Oleh karena itu saya paham kenapa Tuhan jadi sering menampar saya. Saya memang sedikit nakal dalam  memilih pandangan. Sebelum nakal ini menjadi banyak arti, percayalah, sulit bagimu untuk memahami makna nakal dalam kataku barusan.


Aku penyuka langit. bagiku langit itu lukisan, yang jujur. Bagaimanapun setiap hal buruk, gunung meletus, langit menjadi seram dan tersenyum kembali. Aku seperti itu, fluktuatif, ekspresif, dan jujur. Terima kasih, sudah membaca, tentang aku dan puisi yang kutulis saat aku menangis setelah ibuku marah marah padaku. Seperti biasa, tidak perlu dipikirkan tulisan ini bisa jadi hanya akal akalan kepalaku yang sedang ribut. Terima kasih sekali lagi, jika anda masih mau menajdi teman saya. 



Terima Kasih,
bagiku tidak ada batasan mengucap terima kasih, kaarena hidup mau tidak mau harus bersyukur, mungkin.

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW FILM PENDEK AGUNG HAPSAH : Agen Resep Rahasia

Aku Ingin Bersyukur,